Guest Book

Pengunjung / Visitor

Senin, 29 Maret 2010

Murnikan Aqidah Raih Khusnul Khotimah

Saudaraku sekalian, Siapapun kita pasti berharap meraih kehidupan yang baik di dunia dan akherat, sebagaimana do’a yang sering kita panjatkan

رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

"Yaa Tuhan kami, anugerahkan kepada kami kehidupan yang baik di dunia dan kehidupan yang baik di akherat, dan jagalah kami dari siksa neraka”

Hari ini, kehidupan dunia sedang kita jalani, semoga kita mampu mendidik diri dan jiwa kita untuk senantiasa berhati-hati dalam melangkahkan kaki dan menggerakkan tangan. Semoga kaki ini tidak tersandung batu kesalahan yang takkan terampuni, dan tangan ini tidak menyentuh dosa yang terbawa sampai mati.

Saudaraku…

Kelak setelah dunia ini sirna dan berganti dengan kehidupan akherat, segalanya menjadi tidak berguna, segalanya bisa tanpa arti dan makna, bekal yang begitu banyak telah di persiapkan di muka bumi dapat sirna tiada guna.. semua yang datang dihari itu akan merasa sia-sia atas segala yang dilakukannya kecuali mereka yang datang dengan hati yang bersih.

. َيوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“Di hari dimana tidak lagi berguna harta, tidak pula anak-anak, kecuali orang yang mendatangi Allah dengan hati yang bersih” (QS. As-Syu`ara [26]: 88-89)

Dari sekian banyak penjelasan para mufassir tentang makna ’qalbun salin’ atau hati yang bersih adalah hati yang selamat dan bersih dari noda kesyirikan, hati yang tidak menyekutukan Allah swt dengan sesuatu apapun.

Saudaraku..Satu ayat yang senantiasa dibaca oleh seorang Khotib di mimbar jum`at adalah;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

”Wahai orang-orang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah sekali-kali kalian mati kecuali sebagai seorang muslim” (QS. Ali Imran [2] : 101)

Demikianlah nasehat yang disampaikan oleh seorang khotib kepada kita di setiap hari jum`at. Nasehat agar kita meraih khusnul khotimah, agar jangan sampai kita menghembuskan nafas terahir kita dalam kondisi su`ul khotimah, na`udzubillah min dzalik.

Hal terpenting yang mesti kita jaga adalah jangan sampai kita meninggal dalam keadaan menyekutukan Allah swt, karena janji Rasulullah saw adalah syurga bagi mereka yang meninggal dunia dalam kondisi tidak menyekutukan Allah swt.

مَنْ مَاتَ وَ لَمْ يُشْرِكْ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ / رواه أحمد

“Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka ia akan masuk syurga”. ( HR. Ahmad dari Ibnu Mas`ud )

Dalam hadits ini terjelaskan urgensi bertauhid dan bahayanya perbuatan syirik, menyekutukan Allah swt. Bertauhid dengan benar akan mengantarkan seorang muslim menuju syurga Allah swt dan sebaliknya, kemusyrikan yang terbawa sampai mati akan mengantarkan pelakunya menuju neraka, bahkan mengekalkannya berada didalamnya. Oleh karena itu sudah seharusnya setiap kita berupaya keras agar dapat menutup usia kita dimuka bumi ini dengan baik, dengan sesuatu yang Allah swt ridhai, bukan sebaliknya dengan sesuatu yang dimurkai-NYA, berusaha mewujudkan kematian terbaik serta memohon dan berdo’a kepada-NYA agar meraih husnul khotimah;

” Yaa Allah Jadikanlah sebaik-baik umurku adalah akhirnya, sebaik-baik amalku adalah penutupnya, dan sebaik-baik hariku adalah hari pertemuanku dengan diri-MU.”

Kalaulah puncak kebaikan itu tidak bisa kita raih, maka yang mesti kita upayakan dengan baik adalah agar jangan sampai kita melakukan perbuatan syirik sehingga peluang syurga masih terbuka untuk kita. Upaya yang dapat kita lakukan agar dapat bertemu Allah swt dengan hati yang bersih -biqalbin salim- adalah dengan berusaha membersihkan seluruh sisi kehidupan kita dari kesyirikan dan menjauhkan diri kita dari segala bentuk kemusyrikan Syirik adalah kezhaliman yang besar, karena dosa ini terkait dengan kezhaliman kepada Allah swt, tidak memposisikan Allah swt pada posisi yang seharusnya

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

"Sesungguhnya memepersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”. (QS. Luqman : 13)

Termasuk perbuatan syirik yang besar adalah menyakini bahwa selain Allah swt memiliki kemampuan dan wewenang dalam rububiyyah seperti menciptakan makhluq , menghidupkan dan mematikan, memberi rizki dan mengatur alam semesta. Ataupun menyakini bahwa selain Allah swt ada yang pantas menyandang sifat uluhiyyah layak disembah, seperti melakukan ritual peribadatan kepada sesembahan selain Allah swt.

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلاّ إِيَّاهُ

“ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia" (QS. Al-Isra’ : 23)

Diantara ancaman bagi pelaku syirik besar seperti ini adalah bahwa Allah tidak akan mengampuni dosanya jika terbawa sampai mati dimana pelakunya blum bertaubat;

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka ia sungguh telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisa’ [4] : 48)

Disamping itu dosa ini akan membuat amal kebaikan tidak diterima Allah ta`ala, sebagaimana firman-Nya;

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

”Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu: ”Jika kamu mempersekutukan (Allah) niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar : 65)

Demikianlah seharusnya bagi seorang mukmin yang ingin meraih kebahagian akherat, agar senantiasa berupaya keras menjaga kemurnian aqidahnya dari noda-noda syirik yang akan mengotorinya sehingga pada hembusan nafas terahirnya dimuka bumi ini ia tidak membawa dosa syirik dan kelak ketika menemui Allah swt ia akan menemui-Nya sengan hati yang bersih biqalbin saliim.

Sumber: nuansaislam.com

Kemuliaan Pengetahuan

Ketika para malaikat mempertanyakan keputusan Tuhan mengangkat seorang khalifah di bumi ini, Tuhan memberi garansi bahwa keputusan-Nya itu adalah tepat. Ternyata, label garansi Tuhan itu diberikan dalam bentuk “’allama âdam al-asmâ” (mengajarkan kepada Adam tentang nama-nama). Garansi Tuhan diberikan dalam bentuk “pengetahuan”. Menarik! Kita bisa bertanya, apakah itu berarti para malaikat tidak dibekali pengetahuan? Rasanya sulit membuktikan bahwa para malaikat ini tidak punya pengetahuan, sebab mereka melakukan perintah Tuhan tentu dengan pengetahuan, mereka juga menguraikan alasan penolakan mereka atas sosok khalifah yang akan ditunjuk Tuhan mengelola bumi tentu juga berdasar satu pengetahuan. Lantas apa bedanya dengan pengetahuan manusia? C’mon man, kita coba cermati dialog Tuhan dan para malaikat yang terekam dalam Q.S. al-Baqarah/2: 30-33.

Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku menjadikan seorang khalifah di bumi”.

Mendengar informasi Tuhan itu, serta merta para malaikat berkata, “Apakah Engkau akan menjadikan di bumi sosok yang akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah? Padahal kami senantiasa memuji dan menyucikan-Mu?”.

Ada beberapa kemungkinan malaikat berkata seperti ini. Pertama, dalam pandangan mereka, pengabdian dan ketaatan mereka kepada Tuhan tidak perlu diragukan, karena mereka adalah makhluk yang senantiasa “tunduk pada perintah Tuhan dan tidak pernah mengingkari-Nya”. Lalu mengapa bukan mereka saja yang diangkat sebagai khalifah? Kedua, mereka beranggapan bahwa sosok khalifah yang diinformasikan Tuhan itu tidak memiliki kapabilitas yang mumpuni untuk mewakili Tuhan di muka bumi ini. Karena itu, kemungkinan besar mereka hanya akan menumpahkan darah dan merusak bumi ini. Ketiga, tuduhan para malaikat bahwa sosok yang akan diangkat sebagai khalifah itu hanya akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah, muncul dari pengetahuan mereka tentang keberadaan makhluk yang telah menghuni bumi sebelumnya.

Tuhan menjawab, “Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui”. Tuhan meyakinkan para malaikat itu bahwa Dia menjamin sosok yang diinformasikan itu merupakan pilihan yang tepat untuk mewakili Tuhan mengelola bumi ini.

Lalu Tuhan mengajarkan kepada Adam semua nama-nama, kemudian mempertemukannya dengan para malaikat. Tuhan bukan saja ingin memperlihatkan kelemahan argumen para malaikat dan hidden agenda yang mereka sembunyikan, tetapi sekaligus Tuhan mau menunjukkan apa sih kelebihan sosok yang akan dijadikan khalifah di bumi itu.

Maka Tuhan berfirman (kepada para malaikat itu), “Beritahukanlah kepada-Ku nama-nama benda-benda itu jika kalian (merasa) benar (dengan meragukan khalifah ini).

Para malaikat menjawab, “Maha Suci Engkau, kami tidak memiliki pengetahuan kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Kawan... coba kita berikan sedikit penekanan pada pernyataan malaikat ini: “kami tidak memiliki pengetahuan kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami”. Pengetahuan para malaikat Tuhan bersifat passif. Seturut dengan karakternya “lâ ya‘shûna-llâh mâ amarahum wa yaf‘alûna mâ yu’marûn (mereka tidak pernah mengingkari perintah Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan), maka para malaikat itu hanya mengetahui sesuatu jika sesuatu itu diajarkan Tuhan kepada mereka. Tidak ada pengetahuan yang mereka miliki melalui olah pikir, perenungan (pembacaan), dan analisa mereka sendiri. Inilah kelemahan pengetahuan para malaikat, dan sekaligus menjadi titik lemah argumentasi mereka yang meragukan kapabilitas sosok khalifah yang diinformasikan Tuhan.

Setelah para malaikat ini nyerah, maka Tuhan berkata (kepada Adam), “Wahai Adam, sampaikanlah kepada mereka nama-nama benda-benda itu!”. Maka ketika Adam telah menyampaikan nama-nama benda-benda itu, lalu Tuhan berfirman, “Bukankah sudah Aku katakan kepada kalian bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, bahkan Aku mengetahui apa yang kalian sembunyikan (rahasiakan)”.

Pembicaraan segitiga antara Tuhan, malaikat, dan Adam di atas membawa kita pada satu kesimpulan sementara bahwa alasan Tuhan tidak memilih malaikat sebagai khalifah karena pengetahuan malaikat itu bersifat passif, dan untuk mengelola alam ini dibutuhkan keahlian, kreatifitas, dan pengetahuan lebih dari itu. Lantas, bagaimana dengan manusia? Bagaimana dengan pengetahuan manusia?

Sobat… faktor pengetahuan ini sangat mendasar bagi eksistensi manusia. Inilah satu di antara dua hal – hal satu lagi akan kita uraikan kemudian – yang membedakan manusia dengan makhuk Tuhan yang lain. Seperti firman Allah dalam surah al-Mujadilah/85: 11: “...Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat”. Ada yang spesial dari pernyataan ayat ini. Lihat! Allah menyebut secara terpisah orang beriman dan orang yang diberi pengetahuan, tapi yang disebut pertama adalah iman. Tapi di sini kita bahas dulu pengetahuan, Mengapa? Belakangan aja deh kita jawab, ketika membahas keimanan itu, okey?

Manusia tidak saja diajarkan “nama-nama” oleh Tuhan, tetapi juga diperintahkan untuk mencari pengetahuan. Perintah “Iqra” yang menjadi wahyu pertama Tuhan kepada Nabi Muhammad saw menunjukkan secara jelas maksud itu. “Bacalah!” Manusia harus secara aktif mencari atau menambah pengetahuannya sendiri. Ia dituntut mampu membaca apa yang tertulis di atas lembaran-lembaran kitab maupun yang terpapar di belantara alam raya.

Untuk tujuan itu, sejak awal Tuhan memang sudah membekali manusia kemampuan berpikir/mengolah pengetahuan. Sejak awal, setiap anak manusia sudah dibekali oleh Tuhan dengan as-sam‘a (potensi mendengar), al-abshâr (potensi mengobservasi), dan al-af’idah (potensi berpikir).

Dalam QS. An-Nahl/16:78, Tuhan menegaskan bahwa pada awal penciptaan, manusia tidak memiliki pengetahuan (wallâhu akhrajakum min buthûni ummahâtikum lâ ta‘lamûna syai’an). Kondisi awal penciptaan ini menempatkan manusia pada posisi yang,sebenarnya, sama dengan binatang, tanpa pengetahuan, dan hanya bekerja dengan insting. Hal yang membedakan adalah adanya tiga potensi itu, as-sam‘u, al-abshâr, dan al-af’idah. Dalam kontes ini, Tuhan tidak mengatakan bahwa manusia dibekali dengan al-udzun (telinga/indera pendengaran), al-‘ain (mata/indera penglihatan), dan al-‘aql (otak). Kalau itu yang disebut oleh Tuhan, binatang juga punya semua itu. Seperti lagunya Iwan Fals: kalau cuma senyum, westerling pun tersenyum. Nah, di sinilah manusia menjadi berbeda dengan binatang. Potensi yang ada pada manusia tidak hanya bersifat inderawi. Melalui kemampuan abshar, as-sam’, dan afidah manusia mampu menembus batas-batas inderawi.

Sederhananya kira-kira seperti ini. Binatang, kalo melihat sesuatu hanya apa adanya. Monyet melihat pisang…ya sekedar pisang. Dimakan dan selesai. Tapi kalo manusia melihat pisang, dia tidak cuma melihat pisang. Ia bisa mengolahnya menjadi kolak pisang, pisang sale, pisang ijo, dan lain-lainnya. Apa istimewanya bisa bikin kolak pisang?????? Jangan lihat kolak pisangnya man! J

Poin kita di sini adalah kemampuan manusia mengolah sejumlah jejak rekam pengetahuan yang dimilikinya menjadi satu pengetahuan yang baru, dan terus menerus seperti itu. Inilah yang sejak awal kita sebut sebagai pengetahuan yang aktif. Kalau orang filsafat menyebutnya silogisme. Dengan pengetahuan aktif seperti inilah, Tuhan memberikan kepercayaan penuh pada manusia untuk mengelola alam ini.

Bayangkan apa yang bisa dilakukan manusia terhadap alam raya dengan potensi seperti itu. Tentu saja, dalam risalah-Nya, Tuhan menghendaki manusia menggunakan potensi pengetahuannya untuk mengelola alam ini agar alam ini, termasuk manusia, menjadi lebih baik, bukan sebaliknya. Bekali-kali Tuhan mengingatkan melalui al-Qur’an agar manusia menggunakan akal fikiran dan pengetahuannya demi kebaikan semesta, dan lebih jauh dari itu adalah demi mencapai keparipurnaan sebagai manusia, sebagai hamba Tuhan. Dan berkali-kali pula, Tuhan mengingatkan agar jangan melakukan kerusakan di atas bumi ini, seperti dulu Dia mengingatkan Adam agar tidak mendekati pohon terlarang.

Jadi, dari satu sisi, yang bisa disebut manusia mulia itu adalah yang mampu memaksimalkan potensi pengetahuannya demi kemaslahatan dan kemakmuran semesta, karena semesta ini adalah amanah yang diwakilkan Tuhan pada manusia agar dikelola dengan baik. Dan semesta itu adalah semua makhluk Tuhan, tanpa kecuali. Wallahu a’lam.


Sumber: nuansaislam.com

Menggapai Syurga dengan 3 kecerdasan

Ma`asyiral muslimin rahimakumullah, Allah Subhanahu Wa Ta`aala berfirman;

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa"(QS. Ali Imran/3 : 133).

Ma`asyiral muslimin Rahimakumullah..

Setiap jumat seorang khotib sanantiasa mewasiatkan pentingnya menjaga dan meningkatkan nilai ketaqwaan kepada Allah swt. Tidak hanya sebagai rukun dari khutbah saja, namun memang ini adalah tema besar yang seharusnya senantiasa hadir dalam benak setiap muslim.

Mereka yang bertakwa menjadi pribadi paling mulia di mata Allah swt

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

"Sesungguhnya yangpaling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa" (QS. Al-Hujurat/49 : 14)


Ketakwaan dijadikan target pencapaian dari ibadah yang kita lakukan, sebagaimana dalam firman Allah swt berikut ini;

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa" (Qs. Al-Baqarah/2 : 21) Demikian secara umum ibadah yang kita lakukan mengantarkan kita sampai pada derajat orang-orang bertaqwa, dan secara khusus Allah juga menyebutkan bahwa target puasa adalah menjadi pribadi yang senantiasa melakukan aktifitas ketaqwaan dimata Allah swt,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (QS. Al-Baqarah/2 : 183)

Orang-orang yang bertaqwa kepada Allah swt telah disediakan bagi mereka syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, demikian penjelasan firman Allah swt dalam surah Ali Imran ayat 133. Pada beberapa ayat berikutnya Allah swt memaparkan sekian kriteria mereka, maka jika kita mentadaburi ayat-ayat tersebut, minimal ada tiga kecerdasan yang dimiliki oleh pribadi bertaqwa, sehingga ia layak mendapatkan syurga Allah swt.

Tiga kecerdasan itu adalah;

Pertama, Kecerdasan Sosial (Adz-dzaka' Al-Ijtima`iy)

Pribadi yang bertaqwa memiliki kepekaan sosial yang tinggi, gemar berbagi kepada sesama, bahkan disaat mereka sendiri sedang dalam kondisi membutuhkan. Tidak hanya di saat lapang mereka mampu berbagi namun dikala kesempitan sedang menyapa, pribadi bertaqwa tetap bisa berinfaq, tetap peduli dan tetap mau berbagi.

Allah subhanahu wa ta`ala mencatat kecerdasan ini dalam firmannya;

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ

"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit" ( Qs. Ali Imran/3 : 134)

Berbagi disaat lapang jauh lebih mudah, namum mereka yang memiliki kecerdasan sosial, tetap bisa melakukannya walau sedang dalam kondisi sempit. Itu semua bisa dilakukan karena iman yang ada dalam hatinya mampu menggerakkan dirinya untuk beramal demi meraih kehidupan yang lebih baik di akherat kelak. Dia beriman bahwa barang siapa meringankan kepayahan orang lain dimuka bumi ini maka Allah swt akan meringankan urusannya di akherat. Dia juga yakin bahwa harta yang dia miliki tidak akan berkurang karena shadaqah yang dia berikan, sebagaimana sabda Rasulullah saw.

Tentunya berbagi tidak hanya dengan harta, bisa berbagi dengan tenaga, Ilmu, berbagi ide kepada orang yang menbutuhkan masukan, bahkan berbagi dengan do'a, dengan cara mendo'akan saudara kita dengan tulus tanpa sepengetahuannya, itu juga merupakan pemberian yang sangat baik bagi saudara kita.

Kedua, Kecerdasan Emosional (Adz-Dzaka' Al-`Athify)

Dalam firmannya Allah swt memberikan kriteria pribadi bertaqwa dengan ungkapan

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

"dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) manusia".( Qs. Ali Imran/3 : 134)

Ayat ini menggambarkan satu kecerdasan lain yang dimiliki pribadi bertaqwa, yaitu cerdas secara emosi. Kecerdasan ini tergambar dalam dua hal;

Pertama, Kemampuan mengendalikan amarah.Orang-orang yang cerdas akan melihat dengan baik dampak dari setiap perbuatan yang dia lakukan. Ketika kemarahan itu tidak terkendalikan maka akan berdampak negatif pada banyak hal, betapa sering kita mendengar karena tidak mampu menguasai amarah terjadi banyak kekerasan dalam rumah tangga, pertengkaran yang sering memakan korban jiwa. Semua adalah dampak dari amarah yang tidak terkendalikan. Maka pribadi yang bertaqwa mampu memeneg emosi amarahnya, bukan berarti mereka tidak bisa marah, namun mereka bisa mengendalikan diri; kapan, dimana dan bagaimana cara menyalurkan emosi amarahnya.

Kedua, berani memaafkan diri sendiri dan mampu memberi maaf kepada orang lain.

Dalam lanjutan ayat tersebut Allah swt berfirman:

وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

"dan mema'afkan (kesalahan) manusia". ( Qs. Ali Imran/3 : 134)

ada banyak orang yang tidak bisa mensikapi kesalahan dirinya, ia terus menyalahkan diri sehingga ia tidak bisa bangkit dari permasalahan yang muncul karena satu kejadian yang menurut persepsinya dialah yang salah, dialah penyebab dari semua itu.

Disinilah dia terjebak dalam perangkap syetan yang membuatnya terperangkap dalam kenangan masa lalu, kenangan akan kesalahannya, sehingga ia tidak bisa bangkit untuk hidup labih baik dengan mau memaafkan kesalahan dirinya. Memberi maaf kepada orang lain lahir karena kecerdasan emosional, ia tidak akan memendam kesalahan orang lain di dadanya. Terlebih kepada orang yang sudah mau mengakui kesalahanya dan meminta maaf kepadanya. Betapa banyak permasalahan antar sesama selesai karena salah satu dari dua pihak yang bertengkar mau memaafkan yang lainnya.

Namun sebaliknya, menyimpan dendam tidak sudi memaafkan adalah satu kebodohan jiwa, bagai gunung petaka yang siap meletus mengeluarkan api amarah, dan lahar kebencian kepada pihak lain. Yang tak jarang hal ini akan memperpanjang umur pertengkaran dan menambah jumlah korban. Pantaslah kalo dari sekian sahabat yang dijanjikan masuk syurga adalah seseorang yang setiap malamnya, ketika hendak tidur ia berusaha membersihkan hatinya dari segala ketidaknyamanna kepada orang lain, ia tidur setiap malamnya dalam keadaan dada yang bersih dari dendam, rasa benci dan ia mamemaafkan kesalahan manusia pada tiap malamnya.

Ketiga, Kecerdasan Spiritual (Adz-Dzaka' Al-Ma`nawiy)

Kecerdasan ini tercermin dalam caranya mensikapi kesalahan, walaupun ia adalah pribadi yang bertaqwa namun ia masih seorang manusia biasa yang mungkin bersalah. Ketika ia melakukan satu kesalahan jiwanya terpanggil untuk segera menyudahi kesalahan tersebut, dengan cara mengakui kesalahan yang ia lakukan, tidak bersikeras dan bersikukuh mempertahankan kesalahannya namun segera mengingat Allah swt, meminta ampun kepada-Nya dan berani meminta maaf kepada orang yang bersangkutan.

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ

"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui". ( Qs. Ali Imran/3 : 135)

Demikianlah pribadi yang memiliki kecerdasan spiritual, memiliki reflek berfikir yang baik ketika terjatuh kedalam satu kesalahan, langsung teringat kepada Allah swt dan beristighfar kepada-Nya. Itu semua karena memang tak layak bagi seorang mukmin untuk tersengat dua kali dalam lubang yang sama, cukup baginya satu kali kehilangan tongkat.

Demikian Allah swt menberi kriteria kepada mereka yang pantas mendapatkan janji syurga dari-Nya, pribadi yang memiliki 3 kecerdasan mendasar, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

Demikianlah khutbah yang singkat ini, semoga iman yang kita miliki mampu mengantarkan diri kita menjadi pribadi yang memiliki 3 kecerdasan diatas, sehingga kita berhasil dengan rahmat Allah swt menggapai syurga-Nya.


Sumber: nuansaislam.com

Minggu, 14 Maret 2010

6 Sifat Sahabat Nabi

Nabi adalah seorang yang diberi wahyu oleh Allah SWT dengan suatu syari'at namun tidak diperintah untuk menyampaikannya, akan tetapi mengamalkannya sendiri tanpa ada keharusan untuk menyampaikannya.

Nabi memiliki sahabat-sahabat yang mempunyai sifat-sifat yang baik.

Enam (6) sifat sahabat Nabi sebagai berikut:
  • Hakikat Kalimah Toyyibah "Laailaha illallah, muhammadur rasulullah"
  • Hakikat Sholat Khusu' wal Khudu'
  • Hakikat Ilmu dan Zikir
  • Hakikat Ikram Muslimin
  • Hakikat Ikhlas Niat
  • Hakikat Khuruj Fisabilillah
Bagaimana sifat-sifat tersebut, apa kelebihan dan keutamaannya, dan bagaimana cara mendapatkannya, lebih lengkapnya klik disini.

Kamis, 11 Maret 2010

Ada Sungai di Dalam Laut






Jika anda seorang penyelam, maka anda harus mengunjungi Cenote Angelita, Mexico. Disana ada sebuah gua. Jika anda menyelam sampai kedalaman 30 meter, airnya air segar (tawar), namun jika anda menyelam sampai kedalaman lebih dari 60 meter, airnya menjadi air asin, lalu anda dapat melihat sebuah “sungai” di dasarnya, lengkap dengan pohon dan daun daunan.

Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton rancangan TV `Discovery’ pasti kenal Mr.Jacques Yves Costeau , ia seorang ahli oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke perbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumentari tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton di seluruh dunia.

Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba ia menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya kerana tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang masin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.

Fenomena ganjil itu memeningkan Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari penyebab terpisahnya air tawar dari air masin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berfikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam. Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawapan yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.

Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor Muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan ( surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez . Ayat itu berbunyi “Marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laa yabghiyaan.. .”Artinya: “Dia biarkan dua lautan bertemu, di antara keduanya ada batas yang tidak boleh ditembus.” Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53.

“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) ; yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53).

Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diertikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air masin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi “Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan” ertinya “Keluar dari keduanya mutiara dan marjan.” Padahal di muara sungai tidak ditemukan mutiara.

Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera. Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahawa Al Qur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam.

Allahu Akbar…! Mr. Costeau mendapat hidayah melalui fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung. Shadaqallahu Al `Azhim.Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya hati manusia akan berkarat sebagaimana besi yang dikaratkan oleh air.” Bila seorang bertanya, “Apakah caranya untuk menjadikan hati-hati ini bersih kembali?” Rasulullah s.a.w. bersabda, “Selalulah ingat mati dan membaca Al Quran.”

Setengah pengkaji mengatakan, itu bukanlah sungai biasa, itu adalah lapisan hidrogen sulfida, nampak seperti sungai… luar biasa bukan? Lihatlah betapa hebatnya ciptaan Allah SWT.

Sumber: klik disini!

Senin, 08 Maret 2010

Berbakti Kepada Orang Tua


Diwajibkan bagi kita untuk berbakti kepada orangtua.

Bagaimana caranya berbakti kepada orangtua, bagaimana jika kedua orangtua masih hidup, dan bagaimana pula bila orangtua sudah meninggal?

Lengkapnya, download pdf di sini.

Jumat, 05 Maret 2010

Perayaan Maulid Nabi dan Hukumnya

Ternyata, Maulid Nabi tidak pernah diperingati pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup dan juga pada masa pemerintahan Khulafaurrasyidin.

Lalu kapan peringatan Maulid Nabi dimulai dan bagaimana hukumnya?

Berikut link untuk dowload lebih lengkapnya.

About Me

Foto saya
Seorang sarjana farmasi yg antusias dengan dunia teknologi, otomotif, yg dituangkan ke dalam blog.