Guest Book

Pengunjung / Visitor

Kamis, 25 Februari 2010

Zakat



1. Makna Zakat
Secara Bahasa (lughat), berarti : tumbuh; berkembang dan berkah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10). Seorang yang membayar zakat karena keimanannya nicaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah SWT berfirman : "Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.". (QS : At-Taubah : 103).

Sedangkan menurut terminologi syari'ah (istilah syara'), zakat berarti kewajiban atas harta atau kewajiban atas sejumlah harta tertentu untuk kelompok tertentu dalam waktu tertentu.

Sementara pengertian infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Infaq ada yang wajib dan ada yang sunnah. Infaq wajib diantaranya zakat, kafarat, nadzar, dll. Infak sunnah diantara nya, infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam, infak kemanusiaan, dll. Terkait dengan infak ini Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim ada malaikat yang senantiasa berdo'a setiap pagi dan sore : "Ya Allah SWT berilah orang yang berinfak, gantinya. Dan berkata yang lain : "Ya Allah jadikanlah orang yang menahan infak, kehancuran".

Adapun Shadaqoh dapat bermakna infak, zakat dan kabaikan non materi. Dalam hadits Rasulullah SAW memberi jawaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bershadaqoh dengan hartanya, beliau bersabda : "Setiap tasbih adalah shadaqoh, setiap takbir shadaqoh, setiap tahmid shadaqoh, setiap tahlil shadaqoh, amar ma'ruf shadaqoh, nahi munkar shadaqoh dan menyalurkan syahwatnya pada istri shadaqoh". Dan shadaqoh adalah ungkapan kejujuran ( shiddiq ) iman seseorang.

Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah.

Hikmah Zakat

Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu'afa. Pilar amal jama'i antara aghniya dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan. Untuk pengembangan potensi ummat. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.

Syarat-syarat Wajib Zakat

  1. Muslim
  2. Aqil
  3. Baligh
  4. Milik Sempurna
  5. Cukup Nisab
  6. Cukup Haul
2. Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.

3. Macam-macam Zakat
  • Zakat Fitrah
  • Zakat Maal
Zakat Fitrah
Dari Ibnu Umar ra berkata :
"Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah satu sha' kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari ummat Islam dan memerintahkan untuk membayarnya sebelum mereka keluar untuk sholat ('iid ). ( Mutafaq alaih ).
Bagi yang tidak berpuasa Ramadhan karena udzur tertentu yang dibolehkan oleh syaria't dan mempunyai kewajiban membayar fidyah, maka pembayaran fidyah sesuai dengan lamanya seseorang tidak berpuasa.

Zakat Maal (Harta)
Menurut terminologi bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya.

Sedangkan menurut terminologi syari'ah (istilah syara'), harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). Sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu:

  1. Dapat dimiliki, dikuasai, dihimpun, disimpan
  2. Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll.
Sumber: http://www.pkpu.or.id/panduan.php?id=2
http://www.pkpu.or.id/panduan.php?id=3

Islam: Mengutamakan Ibu

Dalam hal berbakti kepada kedua orangtua, Islam menempatkan ibu pada posisi di atas posisi ayah. Nabi SAW bersabda, “Kewajiban anak berbakti kepada ibu berbanding dua kali lipat berbakti kepada ayah.” Bahkan, ketika ada seorang sahabat yang meminta izin untuk bisa turut berperang, Nabi lebih mengutamakan berbakti pada ibu daripada berjihad pada sahabat itu.
Penghormatan Islam terhadap posisi ibu terkait dengan begitu besarnya peran ibu dalam proses terlahirnya seseorang ke dunia. Allah SWT berfirman, “Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.” (QS 46:15). Di ayat yang lain, Allah juga berfirman, “Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu.” (QS 31:14).
Pada kedua ayat di atas, juga di ayat lain yang menggambarkan peran ibu, Allah selalu memulainya dengan memerintahkan untuk berbakti. Ini menjadi petunjuk bahwa begitu besar kewajiban berbakti kepada orangtua, terutama ibu. Saking besarnya kewajiban itu, Allah hingga melarang mengucapkan sepatah kata saja yang melukai perasaan orangtua. Allah berfirman, “Hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS 17:23).
Banyak kisah bersaksi tentang begitu besar akibat yang ditimbulkan bila mendurhakai ibu. Pada masa Bani Israil, ada seorang lelaki yang sangat rajin beribadah bernama Juraij harus menelan fitnah keji dituduh berzina dengan pelacur hingga berbuah anak, lantaran ia mengabaikan panggilan ibunya. Padahal, saat ibunya memanggil, ia dalam keadaan salat. Kisah lain yang juga cukup mencengangkan adalah kisah Alqamah, seorang sahabat Nabi yang terpandang. Ia tidak bisa mengucapkan kalimat syahadat saat hendak menemui ajal. Setelah diselidiki, ternyata penyebabnya adalah ia memberi buah-buahan untuk istri dan anaknya, sementara ibunya tidak diberi. Legenda Malin Kundang juga menyiratkan pelajaran yang sama.
Disadari atau tidak, kita sering kali mengabaikan keberadaan ibu kita. Interaksi kita dengan dunia luar membuat kita—sengaja atau tidak—lupa bahwa ada surga di rumah kita, yaitu ibu. Ketika sudah berkeluarga, waktu kita juga seolah hanya tersita untuk pekerjaan dan keluarga kita sendiri, sementara orangtua kita menempati posisi kesekian dalam daftar prioritas pemanfaatan waktu. Padahal, Rasulullah SAW berpesan, “Rida Allah itu tergantung pada keridaan orangtua kita.”
Mungkin satu hal yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan kita kepada orangtua itu adalah mendoakannya. Doa untuk orangtua yang diajarkan Nabi, “Ya Allah, ampuni saya dan kedua orangtua saya sebagaimana keduanya telah mendidik saya di waktu kecil.”

Sumber: http://www.cahaya-islam.com/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=158
Oleh: Syarif Hade Masyah

About Me

Foto saya
Seorang sarjana farmasi yg antusias dengan dunia teknologi, otomotif, yg dituangkan ke dalam blog.